Senin, 04 Mei 2015

Hello Surabaya! #1 Cimahi – Pasar Turi


Tidak seperti biasanya saya ingin liburan ke tempat yang cukup jauh dan memakan waktu yang lama. Sebenarnya liburan ke Surabaya sih prioritas kedua, karena prioritas pertama adalah bertemu dengan seseorang yang sudah lama ingin saya datangi. Tetapi kalau bertemu saja rasanya kurang afdol, sehingga mengelilingi sebagian kecil Surabaya adalah aktifitas lain yang ingin saya coba.

Di Surabaya saya tidak kenal siapa-siapa. Hanya beberapa teman memang sedang melanjutkan pendidikannya di ITS, sehingga saya cukup terbantu untuk soal tidur. Bisa nebeng, hehe.

Saya berangkat menggunakan kereta api Harina. Awalnya ingin yang ekonomi, tetapi karena tiketnya sudah hampir habis, terpaksa saya menggunakan yang bisnis. Itupun harganya cukup mahal, IDR 355 ribu. Padahal saya pesan satu bulan sebelum keberangkatan. Laris manis ini Harina.

Di perjalanan tidak ada yang terlalu menarik perhatian, kecuali pramugarinya dengan pakaian biru mencolok dan make up yang cukup tebal. Dua pramugari itu tidak lelah menawarkan makanan atau minuman kepada para penumpangnya. Dengan senyum yang menurut saya agak dipaksakan, kehadiran mereka mampu membuat laki-laki menoleh. 

Saya sebangku dengan wanita kisaran usia 28 tahun. Saya duga kalau dia adalah calon ibu muda karena saya lihat dia sedang hamil besar. Karena perjalanannya malam hari, sebagian besar penumpang memilih untuk tidur. Begitupun dengan ibu muda tadi.

Tapi ada yang aneh. Ibu muda ini terlihat tidak nyaman dengan tidurnya. Geser sana, geser sini sambil mengelus perutnya. Mungkin ibu muda ini mencoba untuk menyamankan dirinya sendiri walaupun gerakan yang ada di dalam perutnya cukup membuatnya terganggu. Untungnya di kelas bisnis, cukup nyaman.

Saya pun menawarkan ibu muda itu untuk duduk di tempat saya di dekat jendela. Mungkin bisa membantu membuatnya lebih nyaman. Tetapi ibu muda itu menolak dengan cukup baik yang cukup membuat saya malas untuk menawarkan diri lagi untuk bertukar posisi duduk. Saya akhirnya tidak terlalu mempedulikan dia dan lebih fokus pada buku yang sedang saya baca.

Waktu menunjukkan sekitar pukul 12 malam. Harina sudah sampai pada stasiun Cikampek. Perjalanan yang cukup cepat mengingat Harina berangkat dari Cimahi pukul 21.45. Tidak terasa memang, karena disamping pemandangan di jendela hanya hitam disertai lampu rumah, saya lebih fokus untuk membaca buku. Buku Menggapai Matahari karya Adnan Satino.

Di stasiun Cikampek banyak sekali orang yang masuk di kereta. Saya tebak kalau mereka kebanyakan adalah pekerja yang sedang merantau di sekitaran Karawang dan Cikampek karena di Stasiun Karawang sendiri tidak ada kereta besar yang berhenti. Hanya kereta lokal saja. Sangat disayangkan mengingat Karawang adalah salah satu daerah dengan kawasan industri yang sangat luas. Potensi penumpang dari stasiun ini tentu sangat besar, terutama untuk ke daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Banyak dari mereka yang turun di stasiun Semarang yang baru sampai pada pukul 5 pagi. Di stasiun Semarang juga saya melihat matahari bersinar dan pembangkit listrik yang menandai bahwa perjalanan saya masih panjang. Stasiun tujuan terakhir Harina, Surabaya Pasar Turi.

Karena sudah lama duduk, saya mencoba untuk menggerakkan badan agar tidak pegal. Sembari ke toilet dan mencuci muka, saya meluruskan otot-otot yang sedari tadi kaku untuk digerakkan di dekat pintu kereta. Lumayan sambil menikmati pemandangan yang didominasi oleh sawah dan jalanan.

Saya baru tahu kalau letak jalan raya di jalur utara berdekatan dan hampir sama seperti yang dilalui oleh kereta. Di sepanjang jalan juga saya melihat banyak truk besar dan bus dengan PO yang melayani perjalanan jarak jauh. Seperti menawarkan persaingan pada Harina bahwa untuk menuju Jawa Timur masih ada bis yang cukup nyaman untuk dinaikki ketika Harina sudah tidak lagi mampu untuk menampung penumpang.

Memesan teh manis panas untuk menyegarkan badan rasanya cukup untuk membuat mata tidak terjaga kembali. Saya menghindari untuk makan makanan berat di kereta. Disamping bekal yang saya bawa tidak cukup banyak, rasanya sayang juga untuk mengeluarkan uang IDR 20 ribu untuk satu porsi nasi goreng yang kuantitasnya tidak cukup untuk membuat cacing yang ada pada perut saya puas.

Teh menjadi pilihan bijak karena saya pikir bertahan 3 jam lagi dengan gula dan kafein sudah cukup. Mie instan tidak jadi pilihan saya karena perut saya mendadak jadi sensitif dan mual jika makan mie instan.

3 jam berlalu dan akhirnya sampai juga di stasiun Surabaya Pasar Turi. Stasiun yang jadi awal perjalanan saya untuk menemukan dia dan mengelilingi sebagian kecil sudut kota Surabaya. Berbekal bekal seadanya, navigasi manual, dan doa, Surabaya saya datang. Hey kamu, saya datang. Tapi ga bilang.

About the Author

Bayu

Author & Editor

Seorang blogger yang nyambi jadi buruh pabrik. Suka sekali dengan Windows Phone, Buku, dan Kamu. Tidak terlalu fanatik.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © Bayu Blog. All rights reserved. Template by CB Blogger & Templateism.com